Kamis, 24 Mei 2012

Teknik P3K



Ada beberapa teknik dalam P3K yang dapat di lakukan oleh orang yang sudah mendapatkan pelatihan P3K  dan dapat juga diterapkan di rumah oleh keluarga:

a. Prioritas dalam P3K
    Urutan tindakan (Muhammad, 2004) secara umum:
1)         mencari keterangan penyebab kecelakaan
2)         mengamankan korban dari tempat berbahaya
3)   memperhatikan keadaan umum korban, gangguan pernapasan, pendarahan dan kesadaran.
4)         melakukan pertolongan lebih lanjut dengan sarana yang tersedia.
5)         apabila korban sadar, petugas langsung memberitahu dan mengenalkan diri.

Selain itu ada juga yang dinamakan prinsip life saving, artinya seseorang melakukan tindakan untuk menyelamatkan jiwa korban (gawat darurat) terlebih dahulu, baru kemudian setelah stabil disusul tindakan untuk mengatasi masalah kesehatan yang lain. Gawat darurat adalah suatu kondisi dimana korban dalam keadaan terancam jiwanya, dan apabila tidak ditolong pada saat itu juga jiwanya tidak bisa terselamatkan (Samsudin, 2000).

b. Pembalutan
Tujuan dari pembalutan adalah untuk mengurangi risiko kerusakan jaringan yang telah ada sehingga mencegah maut, menguangi rasa sakit, dan mencegah cacat serta infeksi. Kegunaan pembalutan, (Samsudin, 2000) adalah:
1)         menutup luka agar tidak terkena cahaya, debu, kotoran, dan lain-lain.
2)         melakukan tekanan
3)         mengurangi atau mencegah pembengkakan
4)         membatasi pergerakan
5)         mengikatkan bidai

Sedangkan untuk macam-macam pembalutan (Sucipto, 2009), adalah sebagai berikut :

1)         Pembalutan segitiga atau mitela

Pembalut segitiga dibuat dari kain putih yang tidak berkapur (mori), kelihatan tipis, lemas dan kuat. Bisa dibuat sendiri, dengan cara memotong lurus dari salah satu sudut suatu kain bujur sangkar yang panjang masing-masing sisinya 90 cm sehingga diperoleh 2 buah pembalut segitiga.

2)         Pembalut Plester

Digunakan untuk merekatkan kain kassa, balutan penarik (patah tulang, sendi paha/ lutut meradang), fiksasi (tulang iga patah yang tidak menembus kulit), Beuton (alat untuk merekatkan kedua belah pinggir luka agar lekas tertutup).

3)         Pembalut Pita Gulung.

4)         Pembalut Cepat.

Pembalut ini siap pakai terdiri dari lapisan kassa steril, dan pembalut gulung. Dalam pembalutan terdapat macam-macam bentuk dan anggota tubuh yang dibalut (Sucipto, 2009), yakni :

1)         Bundar, pada kepala.
2)      Bulat panjang tapi lonjong, artinya kecil ke ujung, besar ke pangkal, pada lengan bawah dan betis
3)        Bulat panjang hamper sama ujung dengan pangkalnya, pada leher, badan, lengan atas, jari tangan.
4)         Tidak karuan bentuknya, pada persendian

c. Pembidaian

Menurut Muhammad (2004), bidai adalah alat yang dipakai untuk mempertahankan kedudukan (fiksasi) tulang yang patah. Tujuannya, menghindari gerakan yang berlebihan pada tulang yang patah. Syarat pemasangan bidai:
1)         Bidai harus melebihi dua persendian yang patah
2)         Bidai harus terbuat dari bahan yang kuat, kaku dan pipih.
3)         Bidai dibungkus agar empuk.
4)    Ikatan tidak boleh terlalu kencang karena merusak jaringan tubuh tapi jangan kelonggaran.
Sedangkan untuk alat-alat bidai yang diperlukan (Eri, 2010), yaitu :
1)         Papan, bamboo, dahan
2)         Anggota badan sendiri
3)         Karton, majalah, kain
4)         Bantal, guling, selimut

d. Pernafasan Buatan

Menurut Sucipto (2009) sering disebut bantuan hidup dasar (BHD) atau resusitasi jantung paru (RJP) intinya adalah melakukan oksigenasi darurat. Dilakukan pada kecelakaan:
1)         Tersedak,
2)         Tenggelam
3)         Sengatan Listrik,
4)         Penderita tak sadar,
5)         Menghirup gas dan atau kurang oksigen,
6)         serangan jantung usia muda, henti jantung primer tejadi.

e. Evakuasi

Menurut Mukono (2002), evakuasi adalah kegiatan memindahkan korban dari lokasi kecelakaan ke tempat lain yang lebih aman dengan cara-cara yang sederhana di lakukan di daerah-daerah yang sulit dijangkau dimulai setelah keadaan darurat. Penolong harus melakukan evakuasi dan perawatan darurat selama perjalanan.
     Cara pengangkutan korban:

1)         Pengangkutan tanpa menggunakan alat atau manual
Pada umumnya digunakan untuk memindahkan jarak pendek dan korban cedera ringan, dianjurkan pengangkatan korban maksimal 4 orang

2)         Pengangkutan dengan alat (tandu)

Pada umumnya digunakan untuk memindahkan jarak jauh dan korban cedera sedang serta berat.
 Rangkaian pemindahan korban:
1)         Persiapan,
2)         Pengangkatan korban ke atas tandu,
3)         Pemberian selimut pada korban
4)         Tata letak korban pada tandu disesuaikan dengan luka atau cedera.

      Prinsip pengangkatan korban dengan tandu:

1)         Pengangkatan korban,
Dilakukan secara efektif dan efisien dengan dua langkah pokok yaitu; menggunakan alat tubuh (paha, bahu, panggul), dan beban serapat mungkin dengan tubuh korban.
2)         Sikap mengangkat.
Usahakan dalam posisi rapi dan seimbang untuk menghindari cedera.
3)         Posisi siap angkat dan jalan.

Biasanya posisi kaki korban berada di depan dan kepala lebih tingi dari kaki, kecuali;
(a) menaik, bila tungkai tidak cedera,
(b) menurun, bila tungkai luka atau hipotermia,
(c) mengangkut ke samping,
(d) memasukan ke ambulan kecuali dalam keadaan tertentu
(e) kaki lebih tinggi dalam keadaan shock 

f. Transportasi

Menurut Muhammad (2004), transportasi merupakan kegiatan pemindahan korban dari tempat darurat ke tempat yang fasilitas perawatannya lebih baik, seperti rumah sakit. Biasanya dilakukan bagi pasien/ korban cedera cukup parah sehingga harus dirujuk ke dokter. Dalam kegiatan pemindahan terdapat beberapa tata cara pemindahan korban, yaitu:
1)    Dasar melakukan pemindahan korban; aman, stabil, cepat, pengawasan korban, pelihara udara agar tetap segar.
2)     Syarat pemindahan korban:
(a) korban tentang keadaan umumnya cukup baik
(b) tidak ada gangguan pernapasan
(c) pendarahan sudah diatasi
(d) luka sudah dibalut
(e) patah tulang sudah dibidai

Sepanjang pelaksanaan pemindahan korban perlu dilakukan pemantauan dari korban tentang:
1)         Keadaan umum korban
2)         Sistem persyarafan (kesadaran)
3)         Sistem peredaran darah (denyut nadi dan tekanan darah)
4)         Sistem pernapasan
5)         Bagian yang mengalami cedera


Pengertian P3K



Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) adalah upaya pertolongan dan perawatan sementara terhadap korban kecelakaan sebelum mendapat pertolongan yang lebih sempurna dari dokter atau paramedik. Ini berarti pertolongan tersebut bukan sebagai pengobatan atau penanganan yang sempurna, tetapi hanyalah berupa pertolongan sementara yang dilakukan oleh petugas P3K (petugas medik atau orang awam) yang pertama kali melihat korban. Pemberian pertolongan harus secara cepat dan tepat dengan menggunakan sarana dan prasarana yang ada di tempat kejadian. Tindakan P3K yang dilakukan dengan benar akan mengurangi cacat atau penderitaan dan bahkan menyelamatkan korban dari kematian, tetapi bila tindakan P3K dilakukan tidak baik malah bisa memperburuk akibat kecelakaan bahkan menimbulkan kematian (Lyas. 2011).
Sedangkan menurut Permenakertrans Nomor :Per.15/MEN/VIII/2008 Bab 1 pasal (1) Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan di tempat kerja selanjutnya disebut dengan P3K di tempat kerja, adalah upaya memberikan pertolongan pertama secara cepat dan tepat kepada pekerja/buruh/ dan/atau orang lain yang berada di tempat kerja, yang mengalami sakit atau cidera di tempat kerja

Kecelakaan Kerja




Kecelakaan menurut M. Sulaksmono (1997) adalah suatu kejadian yang tak terduga dan yang tidak dikehendaki yang mengacaukan suatu proses aktivitas yang telah diatur.Kecelakaan terjadi tanpa disangka –sangka dalam sekejab mata , dan setiap kejadian tersebut terdapat empat faktor bergerak dalam satu kesatuan berantai yakni :lingkungan ,bahaya, peralatan, dan manusia. Kecelakaan ialah suatu kejadian yang tak terduga dan yang tidak diharapkan, karena dalam peristiwa tesebut tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih- lebih dalam bentuk perencanaan.
Menurut hasil Konvensi Nasional Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Jakarta pada tahun 1989 menyatakan bahwa kecelakaan kerja adalah suatu peristiwa atau kejadian yang berakibat sakit/cedera fisik bagi pekerja atau kerusakan harta milik perusahaan (Sinaga, 2005).
Add caption
Menurut Undang-Undang nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja pasal 1 ayat 6, kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.
Penyebab Terjadinya Kecelakaan Kerja adalah Setiap pekerjaan atau kegiatan manusia selalu terdapat kemungkinan terjadinya kecelakaan. Secara garis besar, penyebab kecelakaan kerja ada dua faktor utama (Sinaga, 2005), yaitu:
a.  Kondisi berbahaya (Unsafe Condition), yaitu kondisi yang tidak aman:
1)    Mesin, peralatan, pesawat, bahan, dan sebagainya.
2)    Lingkungan.
3)    Proses.
4)    Sifat pekerjaan.
5)    Cara kerja.
b.            Perbutan berbahaya (Unsafe Action), yaitu perbuatan berbahaya dari manusia yang dalam beberapa hal dapat dilatarbelakangi oleh:
1)         Sikap dan tingkah laku yang tidak aman.
2)         Kurangnya pengetahuan dan ketrampilan.
3)         Cacat tubuh yang tidak terlihat.
4)         Keletihan dan kelesuan.
Kecelakaan dapat terjadi oleh beberapa faktor yang kompleks yang saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Banyak cara dalam menggolongkan sebab-sebab kecelakaan, namun menurut Sumakmur (1995), ada suatu kesamaan yang umum, yaitu kecelakaan disebabkan oleh 3 golongan penyebab antara lain:
a.         Manusia
Hasil riset menunjukkan 85% kejadian kecelakaan di suatu perusahaan dapat bersumber pada manusia. Kecelakaan dapat terjadi sebagai akibat emosi tenaga kerja, faktor psikologis dan kemampuan pekerja (umur, tingkat pendidikan, masa kerja, dan status kerja) atau bahkan disengaja guna memperoleh kompensasi cacat yang dideritanya. Tindakan manusia yang tidak aman (unsafe action) antara lain:
1)         Kekurangan pengetahuan
2)         Kelalaian dan sikap meremehkan, kekurangmampuan
3)         Kekurangan sarana dan peralatan
4)         Bekerja tanpa diberi wewenang
b.         Lingkungan, yang dimaksud lingkungan disini adalah:
1)         Lingkungan fisik, meliputi penerangan, suhu, kelembaban, cepat rambat udara, suara/kebisingan, radiasi, dan lain-lain.
2)         Lingkungan kimia, meliputi gas, uap, debu, kabut, fume, awan, asap, cairan, dan benda padat.
3)         Lingkungan fisiologis, seperti konstruksi mesin atau peralatan yang tidak sesuai dengan mekanisme tubuh manusia, sikap kerja, dan cara kerja.
4)         Lingkungan psikologis, seperti proses kerja yang rutin dan membosankan, suasana kerja yang kurang aman, nyaman, dan hubungan kerja di antara sesama tenaga kerja dan atasan.
5)         Lingkungan biologi, meliputi lingkungan hewan dan lingkungan tumbuhan.
c.         Manajemen
Keberadaan manusia dan perangkat keras maupun lunak tidak akan terjadi begitu saja dalam suatu perusahaan tetapi ada sistem yang mengatur yaitu sistem manajemen yang memuat:

1)         Kebijakan manajemen
2)         Organisasi
3)         Pembinaan
4)         Sistem dan prosedur
5)         Sistem informasi dan standar kerja
Kelalaian dan kesalahan fungsi ini akan menimbulkan ketimpangan/ketidakseimbangan pada dua unsur yang lain, yaitu manusia dan lingkungan. Dimana ketidakseimbangan yang terjadi antara lain:
1)         Sikap manajemen yang tidak meperhatikan K3
2)         Organisasi yang buruk
3)         Pejabat yang tidak berkompeten dan sistem pembinaan yang tidak terkoordinir secara baik
4)         Tidak adanya standar yang dapat diandalkan
5)         Dokumentasi tidak jelas.
Teori Domino H.W. Heinrich yang selanjutnya dikembangkan oleh Frank E. Bird menggolongkan penyebab kecelakaan kerja atas sebab langsung (immediate causes) dan faktor dasar (basic causes). Penyebab langsung kecelakaan adalah pemicu yang langsung menyebabkan terjadinya kecelakaan, misalnya terpeleset karena ceceran minyak di lantai. Penyebab tidak langsung (basic causes) merupakan faktor yang turut memberikan kontribusi terhadap kejadian tersebut, misalnya dalam kasus terpeleset tersebut adalah adanya bocoran atau tumpahan bahan, kondisi penerangan tidak baik, terburu-buru atau kurangnya pengawasan di lingkungan kerja (Ramli, 2010).
Menurut Ramli (2010), sebab langsung hanyalah sekadar gejala bahwa ada sesuatu yang tidak baik dalam organisasi yang mendorong terjadinya kondisi tidak aman. Karena itu, dalam konsep pencegahan kecelakaan, adanya sebab langsung harus dievaluasi lebih dalam untuk mengetahui faktor dasar yang turut mendorong terjadinya kecelakaan.
Di samping faktor manusia, ada faktor lain yaitu ketimpangan sistem manajemen seperti perencanaan, pengawasan, pelaksanaan, pemantauan, dan pembinaan. Dengan demikian penyebab kecelakaan tidak selalu tunggal tetapi bersifat multi causal sehingga penanganannya harus secara terencana dan komprehensif yang mendorong lahirnya konsep sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (Ramli, 2010).